Di daerah yang bernama Pandanaran,
memerintahlah seorang bupati bernama Ki Ageng Pandanaran. Ia hanya
memuaskan diri dengan kekayaannya dan memeras rakyatnya dengan memungut
pajak yang yang berlebihan.
Pada suatu ketika ia megambil harta seorang rakyatnya secara paksa karena tidak mampu membayar hutang-hutang pajaknya.
‘’’Tunggakan pajakmu sudah bertumpuk,
kerbaumu ini terpakas kami sita’’, kata Ki Ageng Pandanaran (sambil
dikawal pengawal yang selalu membawa tombak)
‘‘Jangan Gusti, tolonglah saya kerbau ini satu-satunya milik saya’’, jawab seorang rakyat jelata dengan rasa takut.
Pada suatu hari, Ki Ageng Pandanaran bertemudengan pak tua , tukang rumput.
‘‘Pak Tua’’, panggil Ki Ageng kepada pak tua yang ditemuinya.
‘‘Oh Gusti’’, jawab pak tua itu.
‘‘Berikan rumput ini padaku, Pak Tua’’, kata Ki Ageng
‘‘Rumput ini untuk ternak kami Gusti’’. Jawab pak tua.
“Kau kan bisa menyabit lebih banyak lagi nanti. Nah ini sekeping uang untukmu”, sambung Ki Ageng.
Tanpa diketahui Ki Ageng Pandanaran, pak
tua menyelipkan kembali uang itu dalam tumpukan rumput yang akan
dibawa. Kemudian rumput itu dibawa oleh Ki Ageng Pandanaran. . Begitulah
hal itu terjadi berulang-ulang. Sampai suatu kali Sang Bupati menyadari
perbuatan pak tua tersebut. Dan marahlah Ki Ageng kepada pak tua itu.
“Orang miskin yang sombong ! Kau menolak
pemberianku ! Kau telah menghinaku pak tua”, kata Ki Ageng kepada pak
tua dengan sangat marah.
Pada saat itu, tiba-tiba pak tua berubah
wujud menjadi Sunan Kalijaga pemimpin agam yang dihormati bahkan oleh
raja-raja. Maka Bupati Pandanaran pun sujud meminta ampun.
‘‘ Ki Sunan, maafkanlah segala kekhilafan saya’’,Ki ageng meminta maaf.
‘‘Kau kumaafkan tetapi kuminta Kau
meninggalkan seluruh hartamu dan mengikutiku pergi mengembara’’, jawab
Sunan Kalijaga sambil selalu bertasbih.
‘‘Baiklah Ki Sunan’’, sambung Ki Ageng.
Istri Ki Ageng Panandaran pun ikut tanpa
sepengetahuan Sunan Kalijaga , istri Ki Ageng Pandanaran membawa sebuah
tongkat yang berisikan emas dan berlian. Namun di tengah perjalanan…
Mereka dicegat oleh sekawalan perampok.
“Harta atau nyawa’’, para perampok
menodong Sunan dan Ki Ageng dengan membawa belati. ‘’Serahkanlah harta
kalian atau nyawa melayang !’’, kata para perampok.
‘‘Kalian tidak akan mendapatkan apapun
dariku, karena aku tidak membawa apa-apa’’, Sunan Kali jaga menjawab
sambil memegang tasbih untuk berzikir.
Tanpa dinanya tiba-tiba Sunan menoleh
kebelakang, sahut Sunan Kalijaga, ‘‘Tetapi seorang wanita yang berjalan
di belakangku membawa emas dan berlian di dalam tongkatanya’’.
Padahal Sunan tidak mengenal wanita itu
istri yang ikut tanpa sepengetahuan dan tidak mengetahui bawaan dan isi
bawaan itu. Dan itulah keistimewaan seorang wali yang mendapat pentujuk
dan karomah dari Tuhan. Perampok-perampok itu pun mendapatkan isri
bupati yang tertinggal di belakang karena tongkatnya terlalu berat.
Mereka berusaha merampas tongkatnya. Istri Bupati berteriak-teriak minta
tolong: ‘’Tolong-tolong! Kembalikan tongkatku’’.
Istri bupati pun berusaha merebut kembali
tongkatnya: ‘’Jangan! Tolong! Tolong! Kembalikan tongkatku!’’. Tetapi
kawanan perampok berhasil kabur dengan emas berlian milik istri bupati.
‘‘Tolong! Kembalikan tongkatku! Kata istri bupati yang masih berusaha
mengejar mereka namun gagal.
Di hadapan Sunan Kalijaga.
Ki Ageng Panandaran berkata, ‘‘Maafkan kami Ki Sunan’’.
Sunan Kalijaga menjawab, “ Baiklah’’.
Sunan Kalijaga lalu berkata, ‘‘Aku akan menamakan tempat ini Salatiga, karena kalian telah membuat tiga kesalahan”
“ Pertama, kalian sangat kikir, kedua,
kalian sangat sombong, dan ketiga kalian telah menyengsarakan rakyat.
Mudah-mudahan tempat ini manjadi tempat yang baik dan ramai nantinya’’.